Jepang memang unik, namun menurut saya sepertinya tidak
ada hal lebih unik dari dari cerita di bawah ini.
Damai di atas bukit
Dari segi ukuran, makam itu bisa dibilang
kecil dan sangat sederhana, terletak di atas puncak bukit
yang sejuk dan asri. Sepintas terlihat tidak ada suatu yang
istimewa dari makam ini kecuali setelah anda membaca keterangn
yang tertulis di sebelahnya yang kurang lebih berbunyi
" Christ first arrived in Japan
at the age of 21 and after studying Ancient Shintoism for
10 years he evolved a doctrine and returned to Judea to
teach it. The authorities opposed this and decided to crucify
him. Jesus' brother, Isukiri, volunteered to die on Jesus'
behalf . Christ returned to Japan at the age of 37 and ultimately
settled in Japan, passing away at the age of 106 . . . ."
Sejumlah keunikan
Ada beberapa keunikan yang mungkin bisa dicatat. Pertama
dimulai dari papan petunujuk jalan. Seperti halnya papan
penunjuk jalan yang ada di seantero Jepang yang umumnya
seragam baik dalam hal bentuk, ukuran dan juga warnanya,
demikian juga dengan papan penunjuk kuburan ini. Ditulis
dalam huruf Jepang yang besar dan dengan tambahan huruf
romawi di bawahnya "Tomb of
Christ". Papan penunjuk jalan ini sepertinya
dikeluarkan resmi oleh pemeritah sehingga membuat "alur
cerita" menjadi semakin menarik dan meyakinkan.
Keunikan kedua adalah nama desa itu sendiri
yaitu Herai yang ternyata bukan berasal dari bahasa Jepang.
Dalam bahasa Jepang modern kata ini pelafalannya hampir
mirip dengan kata Hebrai
yang dalam bahasa Hebrew artinya adalah gunung. Nama desa
ini "Herai" sekarang sudah tidak dipakai lagi
karena secara resmi sudah berganti nama menjadi Shingo Village
yang berarti desa baru.
Keunikan ketiga adalah ditemukannya sebuah dokumen tua,
pada tahun 1935 yang bercerita tentang desa Herai dan berbagai
hal tentang kedatangan "Yesus" di desa ini. Dokumen
ini ditulis dalam huruf Jepang kuno yang hampir tidak bisa
dimengerti oleh orang kebanyakan. Dokumen ini disimpan di
museum Tokyo dan bersifat tertutup dalam arti tidak dipamerkan
ke publik. Selama perang dunia ke dua, musium ini menderita
kerusakan yang cukup parah, banyak benda peninggalan yang
hancur, rusak dan hilang termasuk juga dokumen "Herai"
ini adalah salah satunya. Beruntung keluarga Takeuchi Kiyomaro,
orang menemukan atau menyimpan dokumen ini sebelumnya diserahkan
ke museum, sempat membuatkan copynya. Duplikat dokumen ini
sekarang disimpan di museum kecil di desa Shingo, nama baru
dari desa Herai.
Kemudian keunikan keempat, dianggap yang
paling menarik yaitu desa ini adalah terdapatnya lagu yang
sudah sangat tua dan telah dinyanyikan secara turun temurun
di desa ini. Bahasa yang dipakai sangat asing dan tidak
dimengerti bahkan oleh penyanyi ataupun penduduk desa itu
sendiri. Setelah banyak pakar dan peneliti turun tangan
akahirnya diketahui lagu ini berasal dari tempat yang (pada
masa itu) sangat jauh dan asing. Anda ingin tahu bahasa
apa yang dipakai pada lagu itu ? Jawabanya cukup mencengangkan
: bahasa Hebraw !
Inilah sepenggal cerita unik saya dari
Jepang tentang desa Herai. Mungkin ada di antar pembaca
yang belum puas dan ingin bertanya lebih jauh ,
"Benarkah Yesus pernah singgah ke Jepang dan yang lebih
heboh lagi beliau meninggal dan dimakamkan di puncak bukit
desa Herai ? " Jawabannya tentu bisa ya dan
bisa juga tidak. Seperti tulisan saya lainya di site ini,
tugas saya hanyalah sebatas menuliskan apa yang saya lihat
sedangkan kesimpulanya sepenuhnya diserahkan pada pembaca
sekalian.
Pesan moral
Mungkin saja hal ini disebabkan karana kesadaran orang
Jepang yang rendah dan tidak peduli terhadap agama atau
mungkin juga adalah sebaliknya merupakan cermin dari damai
dan teduhnya kehidupan beragama di negara tersebut. Entahlah
apapun alasan dan jawabannya, yang jelas sampai sekarang,
makam itu sampai sekarang tetap berdiri dengan aman dan
sejahtera.
0 komentar:
Posting Komentar