BUNUH DIRI DI JEPANG
GAMBARAN UMUM
Berdasarkan data
dari Kepolisian Jepang, angka bunuh diri di Jepang, terbilang
sangat mencengankan, sekitar 32.552 orang untuk tahun
2005 atau 24 kasus per 100.000 penduduk ! Tidak terlalu
jauh dengan tahun tahun sebelumnya, masih di kisaran angka
30 ribuan. Angka yang cukup tinggi bukan ? Tentu saja
Jepang selain terkenal dengan teknologinya, juga terkenal
dengan angka bunuh dirinya.
Kebanyakan pelakunya adalah pria
Dari sisi gender,
sebagian besar dari pelaku sempuku adalah pria, namun
tidak jarang umumnya juga akan disusul oleh pihak wanita,
kalau mereka sudah berkeluarga.
Pada masa sekarang,
golongan pelaku bunuh diri terbesar masih tetap dinominasi
oleh golongan pria yaitu berkisar 70 % (data tahun 2007
=71%, 2009 =72%, sumber : Mainichi
Daily News). Sedangkan kalau dibagi menurut
wilayah, kasus tertinggi umumnya terjadi di kota besar
yaitu Tokyo.
Kemudian dari segi
umur, kebanyakan adalah berusia setengah baya atau rata
rata berkisar umur 50 tahun ke atas. Pelaku remaja, terlebih
lagi anak anak relatif jarang ditemukan.
Bunuh diri dan budaya
Kalau kita melihat
film Jepang yang berseting jaman samurai,
biasanya sangat umum dijumpai adegan bunuh diri yang disebut
Seppuku.
yaitu merobek perut sendiri dengan menggunakan katana
berukuran pendek. Tindakan ini biasanya dilakukan karena
alasan harga diri, tanggung jawab karena gagal dalam tugas,
kalah dalam peperangan sehingga sebelum dipermalukan karena
akan ditangkap oleh pihak musuh, para pemimpinnya umum
melakukan tindakan bunuh diri.
Seppuku dalam kondisi
terdesak bisa dilakukan dengan instan, namun dalam kasus
standard, umumnya dilakukan dengan ritual yang cukup panjang.
Pelaku seppuku akan melakukannya dalam kondisi bersih,
baik badan dengan cara mandi maupun pakaian yang serba
putih. Ritual ini tidak dilakukan seorang diri namun disaksikan
oleh sejumlah orang serta di belakang pelaku juga berdiri
seorang asistent yang bertugas untuk memenggal kepala
si korban untuk menghindari penderitaan yang berkepanjangan
!
Walaupun ritual
seppuku sudah resmi dilarang sejak tahun 1873 atau pada
masa Restorasi Meiji
tapi belasan kasus masih tetap terjadi. Kasus terakhir
yang paling terkenal dilakukan pada tahun 1970 oleh seorang
sastrawan bernama Yukio
Mishima. Motifnya adalah berkaitan dengan politik.
MOTIF DAN ALASAN
Berikut motif dan
alasan terbesar dari pelaku bunuh diri di negara tersebut
:
- Kehilangan pekarjaan
- Usaha bangkrut
- Hutang piutang
- Gangguan kesehatan
- Masalah tekanan di lingkungan kerja
- Pergaulan dan masalah di lingkungan sekolah.
- Ijime atau bullying
Berikut adalah beberapa kasus yang sulit untuk digolongkan, apakah termasuk tanggung jawab, harga diri atau sebaliknya yaitu kebodohan dan melarikan diri dari tanggung jawab.
- Ketika Jepang memutuskan untuk menyerah kepada Amerika, banyak tentara yang memilih bunuh diri, khususnya para petinggi militernya.
- The Deputy Mayor of Kobe yang bunuh diri karena merasa tidak mampu menjalankan tugas pemulihan kota Kobe pasca gempa bumi hebat tahun 1995.
- Pejabat negara bunuh diri karena kasus korupsinya terbongkar. Contoh paling populer adalah yang dilakukan oleh Menteri Pertanian Jepang di tahun 2007, karena tersandung kasus korupsi. Kasus ini kemudian menyeret Kepala Mantan Green Resource Agency yang akhirnya juga memutuskan untuk mengambil jalan pintas untuk menyusul rekannya.
- Beberapa kasus kejadian orang tuanya yang bunuh diri karena anak kandungnya menjadi sorotan media nasional karena melakukan tindak kejahatan. Sang orang tua merasa malu dan merasa telah gagal karena tidak mempu mendidik anaknya dengan baik. Kasusnya seperti ini cukup banyak namun umumnya tidak diekspose ke media massa.
Menabrakkan diri adalah salah satu cara favorit
Melompat dari gedung
tinggi, menabrakkan diri dengan kereta yang sedang melaju,
menutup semua pintu mobil dan menghubungkan saluran kenalpot
kedalamnya adalah beberapa cara bunuh diri yang umum dilakukan
disamping cara lain yang lebih konvesional yaitu gantung
diri. Selain "media favorit" seperti disebutkan di atas,
ada juga "tempat fovorit" untuk melakukannya. Untuk kasus
menabrakkan diri ke kereta api, jalur kereta api jurusan
Chuo (Chuo Line) di Tokyo merupakan jalur kereta yang
paling banyak dipilih, kemudian untuk area luar kota mereka
sepakat memilih hutan Aokigahara yang terletak di kaki
gunung Fuji ! Data tahun 1988, 1999 dan 2002 tercatat
30, 74 dan 78 kasus yang berarti terus meningkat dan semakin
menjadikannya sebagai "tempat terfavorit untuk bunuh diri
"dari tahun ke tahun.
Kasus yang relatif
jarang terjadi adalah bunuh diri yang dilakukan secara
berkelompok, tiga, empat atau bahkan lima orang sekaligus.
Waktu yang dipilih biasanya adalah musim dingin, dengan
cara mengurung diri dalam mobil yang sudah dihubungkannya
dengan saluran knalpot, atau kadang ditambah dengan membakar
arang untuk menguras gas O2. Pelaku biasanya meminum obat
tidur sebelumnya. Dari berbagai kasus yang terungkap,
pelaku umumnya adalah tidak saling mengenal sebelumnya
dan "persahabatan" dijalin lewat internet dan sepakat
melakukan tindakan aneh ini bersama sama karena merasa
senasib.
Bunuh diri yang menakutkan
Umumnya bunuh diri
bukanlah dianggap hal yang menakutkan (bagi orang lain)
karena pelaku cendrung hanya berniat untuk menghilangkan
nyawa sendiri. Namun untuk kasus tertentu bisa jadi sebaliknya.
Contohnya adalah bunuh diri yang diawali dengan membunuh
orang lain dan dilakukan di di tempat ramai. Pelaku biasanya
tidak memilih milih calon korbannya jadi siapa saja yang
berada didekatnya beresiko untuk menjadi korban.
Kemudian kasus mengiklankan
diri mencari teman untuk bunuh diri. Alasannya umumnya
adalah karena takut, tidak ingin mati kesepian. Tentu
saja tindakan ini adalah illegal dan berbahaya bagi orang
lain. Tidak jarang kasus ini dimanfaatkan oleh "orang
gila" yang menjebak korbanya dengan mengaku diri senasib
dan akhirnya meninggalkan korbanya mati sendirian begitu
saja. Bukan cuma sebatas ini, pelaku juga merekam adegan
ngeri ini sebelumnya dan menyimpanya sebagai koleksi belaka.
Sinting khan ? Sedikit melegakan, kasus semacam ini cuma
ditemukan sekali saja sampai saat ini dan mudah mudahan
juga menjadi yang terakhir.
BEBERAPA SISI MENARIK
Ah, yang benar aja, bunuh diri koq disebut
menarik ? Tentu saja, bunuh diri tetap merupakan suatu
kasus yang menyedihkan namun setidaknya ada beberapa bagian
yang bisa decermati disini khususnya untuk kasus yang
terjadi di negara Jepang. Jadi sisi menarik yang dimaksud
bukan pada bagian bunuh dirinya, namun pada sisi lain.
Tidak diekspose ke media massa
Bunuh diri adalah
kasus umum di negara tersebut namun uniknya media masa
seperti koran ataupun televisi seakan bersih dari berita
tentang topik ini. Tentu saja yang jelas hal ini bukan
berarti karena larangan, pembatasan atau pihak pemerintah
namun karena berita semacam ini bukanlah topik yang menarik
untuk diberitakan. Perkecualian adalah kalau kasusnya
dilakukan oleh seorang pejabat, orang terkenal, artis,
anak sekolah atau dilakukan secara kelompok.
Kemudian liputan
tentang kasus bunuh diri ini ataupun kasus musibah dan
kecelakaan lain umumnya dipastikan tidak akan pernah menyiarkan
wajah korban secara close up dalam kondisi meninggal
ataupun sekarat. Hal ini disamping karena alasan privasi
juga karena untuk menghormati perasaan keluarga yang ditinggalkan.
Salah satu contoh kecil yang ada baiknya juga dipertimbangkan
oleh liputan media ataupun non media di tanah air. Semua
orang pasti ingin tampil gagah atau cantik di depan kamera
bukan ? Disamping itu menurut pendapat saya pribadi, kasus
bunuh diri yang marak diberitakan di media masa kadang
bisa menimbulkan effek domino yaitu merangsang pelaku
lain untuk melakukan tindakan yang sama.
Keluarga tetap harus bayar
Bunuh diri umumnya
berarti menghilangkan nyawa diri sendiri. Segala beban
dan permasalahan si korban mungkin akan selesai. Pihak
keluarga yang ditinggalkan mungkin cuma akan direpotkan
walau cuma sebatas biaya pemakaman saja. Namun untuk kasus
tertentu masalahnya mungkin tidaklah sesederhana itu.
Untuk kasus bunuh
diri seperti Jisin Jiko
misalnya, yaitu menabrakkan diri ke kereta api, kasusnya
akan menjadi sangat panjang dan berat terlebih lagi kalau
dilakukan di jalur kerata yang padat. Yang jelas selama
beberapa jam pergerakan kereta di jalur tersebut akan
berhenti, ratusan ribu atau bahkan jutaan penumpang akan
terlantar atau dialihkan ke jalur lain.
Situasi ini belum
berhenti sampai disitu. Keluarga korban juga diharuskan
membayar sejumlah uang denda untuk biaya bersih bersih
dan konspensasi keterlambatan kereta. Bayangkan, Ini namanya,
cara bunuh diri bukan untuk mengakhiri masalah namun menambah
masalah. Namun walaupun begitu setiap tahun kasus seperti
ini selalu saja berulang. Demikian juga untuk kasus lain
seperti terjebak hutang pituang. Walaupun pelakunya sudah
meninggal, hutang tidak akan lunas dengan sendirinya.
Pihak keluargalah yang harus menanggungnya.
Bunuh diri karena cinta atau asmara?
Bunuh diri karena
alasan cinta atau asmara adalah sangat jarang ditemukan
di negara tersebut. Jadi kasus Romeo dan Juliet nyaris
tidak ditemukan di negara tersebut. Sepertinya masalah
asmara bukanlah kasus berat bagi kebanyakan orang. Seiring
waktu, rasa sakit karena cinta dianggap akan hilang dan
menguap. Berbeda kasusnya dengan kehilangan pekerjaan
atau dililit hutang. Dibawa tidur berapa kalipun hutang
tidak akan hilang, hutang tetap akan menunggu atau malah
semakin besar.
Bunuh diri dan asuransi
Seperti sudah saya
tulis di atas, kebanyakan dari pelaku bunuh diri adalah
pria dan alasan terbesarnya adalah karena masalah kehilangan
pekerjaan. Hal yang menyedihkan dan terasa berat tentu
saja saat seseorang harus berada dalam kondisi tanpa pekerjaan,
terlebih lagi bagi seorang yang telah menikah. Tanggung
jawab dan harga diri sebagai seorang kepala keluarga jatuh
dan sebagai ungkapan rasa malu karena merasa gagal melindungi
keluarga tidak jarang para pria tersebut melakukan bunuh
diri.
Mungkin ada pembaca
yang ingin bertanya, bagaimana dengan keluarga yang ditinggalkan
? Nah, disinilah dilemanya, karena di negara jaminan asuransi
juga mencakup bunuh diri. Jumlah yang dibayar tidak tangung
tanggung, sangat besar apalagi kalau dirupiahkan. Mungkinkah
faktor ini yang menyebabkan banyaknya kasus bunuh diri
di negara tersebut ? Bisa iya namun bisa juga tidak. Namun
sepertinya dalam situasi normal tidak akan ada orang yang
berniat mati demi uang.
Yakuza tidak mengenal kata bunuh diri
Sedikit catatan kecil
sebagai selingan perlu saya tuliskan bahwa kasus bunuh
diri umumya dilakukan oleh golongan kesatria pada jaman
dulu dan masyarakat biasa pada masa sekarang. Golongan
preman, pelaku kriminal , golongan semacam Yakuza atau
sejenisnya hampir tidak mengenal tradisi bunuh diri semacam
ini.
Ungkapan rasa tanggung jawab karena gagal dalam tugas untuk
golongan ini tidaklah sampai berakhir dengan kematian atau
membunuh diri sendiri tapi cukup dengan cara potong jari
yang dalam bahasa yakuza disebut dengan Yubisume.
Ritual ini hanya dilakukan untuk tingkat kesalahan yang
fatal dan umumnya jari yang dipotong dipilih yang paling
kecil yaitu jari kelingking.
Hal ini tentu saja
merupakan suatu kasus ataupun fenomena unik yang sepertinya
berlaku di negara mana saja. Seorang rekan saya pernah
mengatakan "Jadi orang itu jangan terlalu baik ataupun
perasa, nanti bisa cepat mati". Kalau menunjuk pada kasus
yang ada, sepertinya pendapat rekan saya itu ada benarnya
juga. Jadi besar ataupun kecilnya kasus bunuh diri yang
terjadi di negara lain sama sekali tidak bisa dipakai
sebagai kesimpulan akhir tentang kondisi moral negara
yang bersangkutan karena bisa jadi adalah sebaliknya.
Namun kalau dikaitkan dengan masalah mental, ya saya cendrung
menyetujuinya.
BUNUH DIRI DAN AGAMA
Kenapa kasus bunuh
diri di negara Jepang sangat tinggi ? Apa penyebabnya
? Walaupun sebagian besar alasan dan latar belakangnya
sudah saya tulis di atas mungkin tetap saja susah untuk
sebagian besar orang atau mungkin juga saya sendiri, untuk
memahaminya.
Bagiamana dengan
agama ? Ini mungkin merupakan pertanyaan paling menarik.
Tentu saja tidak bisa dipungkiri agama memberikan andil
besar untuk meminimalkan kasus kasus bunuh diri. Agama
mengajarkan keseimbangan antara jasmani dan rohani, keduniawian
dan dunia fana. Namun untuk kasus di negara Jepang atau
di negara maju sepertinya ada sedikit hal yang perlu digaris
bawahi.
Untuk kasus tertentu
seperti hilangnya semangat hidup, masalah cinta ataupun
kekosongan jiwa mungkin agama adalah salah satu jalan
terbaik. Namun untuk kasus lain seperti hilangnya pekerjaan,
bangkrut atau terjebak hutang piutang, agama sama sekali
dianggap tidak bisa membantu. Masalah hutang dan pekerjaan
dianggap tidak akan hilang atau lunas hanya dengan sembahyang.
Hidup di kota besar
tanpa pekerjaan dan penghasilan, dikejar berbagai tagihan
asuransi, sewa kamar dan pajak tentu bukanlah hal yang
mudah dan cepat atau lembar mereka akan terlempar hidup
dijalan sebagai gelandangan. Parahnya lagi budaya bantu
saudara, pinjam uang atau minta tumpangan tidur sangat
tidak umum dilakukan oleh orang Jepang. Hal inilah yang
sering memicu seseorang untuk menarik diri dari kehidupan
yaitu dengan melakukan bunuh diri.
Bagi kebanyakan orang
Jepang, bekerja adalah ibarat agama bagi mereka. Dengan
bekerja maka hidup memiliki arti dan makna. Jadi di saat
mereka kehilangan pekerjaan maka harga diri dan kebanggaan
akan lenyap. Itulah sebabnya kasus bunuh diri terbesar
disebabkan oleh karena kehilangan pekerjaan.
Dalam kondisi dan
situasi normal, sepertinya tidak ada seorangpun yang berpikiran
untuk melakukan tindakan konyol ini, namun dalam kondisi
tertekan, stress dan bingung atau bahkan marah segala
tindakan yang tidak masuk akalpun sepertinya adalah mungkin.
sumber: http://www.eonet.ne.jp/~limadaki/budaya/jepang/artikel/utama/khusus_bunuhdiri.html
0 komentar:
Posting Komentar