Definisi Awal
Seperti
yang banyak orang katakan bahwa orang jepang adalah orang yang terbuka dalam
artian mereka akan sangat menerima adat, tradisi dan budaya dari agama lain.
Orang jepang pun tidak segan-segan merayakan natal bahkan mengikuti kebaktian
di gereja. Tapi biasanya, mereka hanya ingin mengamati dan mempelajari
kebiasaan agama-agama lain.
Tapi
satu hal yang sangat mereka pegang teguh, yaitu kebiasaan dan adat
turun-temurun dari nenek moyang mereka. Salah satunya adalah upacara kematian
dan pemakaman Shoushiki. Upacara ini berlangsung selama dua hari penuh. Dulu
upacara ini banyak dilakukan di rumah duka tapi saat ini sering di lakukan di
gedung sewaan.
Para
tamu yang datang diharuskan menggunakan pakaian berwarna gelap atau setidaknya
hitam dan dilarang menggunakan perhiasan. Selain itu para tamu juga harus
menggunakan Suzu (semacam Tasbih) dan O-koden atau uang duka. Secara umum
upcara Shoushiki dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama adalah tsuya dan tahap
kedua adalah Kukobetsu Shiki.
1. Tsuya
Dilakukan sebelum jenazah di makamkan. Pada tahap
ini jenazah diberi pakaian rapid an tentunya setelah dimandikan. Biasanya proses
pemandian ini dibebankan kepada pihak gedung duka atau rumah sakit.
Hal Yang
Paling Utama adalah saat Memasuki Ruang Duka Cita Mmers harus Membungkukan
badan Serta Mengucapkan 言って申し訳ありません "I~tsu te mōshiwakearimasen" (mengucapkan ikut berduka cita) dengan suara yang lembut.
Kemudian para pelayat harus
menuju altar dimana jenazah petih jenazah seraya memanjatkan doa. Stelah itu, kita diharuskan memberikan
penghormatan kepada keluarga berduka dengan cara membungkukan badan. Lalu, keluarga berduka akan mengantar para
pelayat menuju tempat
duduk.
2. Kokubetsu Shiki
Para tahap ini para pelayat akan diberikan kain
berwarna hitam atau putih yang akan di ikatkan pada lengan. Kemudian jenazah
akan di doakan oleh pendeta Shinto . setelah proses doa selesai, para
pelayat dipersilahkan untuk melihat
jenazah yang akan di bawa di reikyusa (mobil jenazah) kemudian diatar ke temat kremasi.
Para
pelayat serta Kerabat Dekat akan Menanti sampe ahir Proses Kremasi tersebut dan
setelah jenazah selesai dikremasi jenazah akan dimasukan Ke kotak yang disebut Kotsutsubo
Kotsutsubo
ini kemudian dibawa kerumah untuk ditaruh di altar khusus selama 35 hari dg
dupa yang harus menyala selama 24 jam. Setelah 35 hari Kotsutsubo akan disimpan
Kerumah khusus penyimpanan abu jenasah peringatan terhadap almarhum akan
dilakuan biasanya hari ke 7 ke 49 tahun pertama,tahun ke 3,tahun ke 5,tahun ke
7,ke,13 dan terahir tahun ke 50.
1. UPACARA SEMAYAMPemakaman Secara Umum
Sebelum proses semayam, jenazah dimandikan dan ditutup lubang telinga
dan hidungnya dengan kapas. Jenazah kemudian diberi pakaian berupa
setelan jas [untuk pria] atau kimono [untuk wanita], dan kadang-kadang
juga diberi make-up. Setelah itu jenazah dibaringkan di dalam peti mati
berisi es kering beserta kimono putih, sendal, 6 keping koin yang
dipercaya akan digunakan almarhum untuk melintasi 3 neraka, dan benda
yang bisa terbakar yang disukai almarhum selama masih hidup, seperti
permen atau rokok. Peti mati kemudian diletakkan di altar untuk
disemayamkan, dengan aturan posisi kepala menghadap utara, atau
alternative kedua yaitu menghadap barat. Di sebelah peti mati diletakkan
meja kecil yang dihiasi bunga dan lilin. Selama proses semayam, pihak
kelurga almarhum memberitahukan kabar duka pada semua kerabat dan rekan
almarhum agar bisa memberikan penghormatan terakhir. Tapi ada satu hari
yang harus dihindari pada upacara pemakaman yang dikenal dengan sebutan
tomobiki [tomo=teman;hiki=menarik], yaitu suatu hari yang baik untuk
melaksanakan pernikahan. Pada hari tomobiki tidak akan ada orang yang
mau datang ke upacara pemakaman karena menurut takhayul siapapun yang
datang akan dibawa serta almarhum ke dunia akhirat. Para tamu yang yang
ingin mengucapkan duka cita pada keluarga almarhum umumnya mengenakan
pakaian berwarna hitam. Pria biasanya mengunakan kemeja putih dipadukan
dengan jas dan dasi hitam, sedangkan wanita menggunakan kimono atau
pakaian serba hitam. Setiap tamu yang datang biasanya membawa uang duka
yang dimasukkan dalam amplop putih berdekorasi pita warna hitam dan
perak. Besarnya uang duka tergantung seberapa dekat hubungannya dengan
almarhum dan keadaan ekonomi si pemberi yang biasanya berkisar antara
300 ribu hingga 3 juta rupiah. Para tamu yang sudah hadir biasanya duduk
di kursi yang sudah disediakan dengan posisi berhadapan dengan peti
jenazah. Setelah tamu yang hadir memenuhi ruangan, pendeta Budha memulai
upacara dengan membaca kitab sutra untuk mendoakan jenazah, sementara
keluarga jenazah bergantian mendoakan jenazah dengan memegang dupa yang
kemudian ditanamkan pada kendi kecil di atas meja altar. Upacara
berakhir setelah pendeta selesai membaca kitab, dan para tamu yang
pulang diberikan kenang-kenangan, sedangkan keluarga dekat almarhum
menginap di ruangan yang sama dengan peti jenazah.
Pemakaman dilakukan keesokan hari setelah jenazah disemayamkan.
Upacara pemakaman tidak terlalu berbeda jauh dengan upacara semayam,
hanya saja di sini pendeta Budha menyanyikan kitab sutra. Setelah itu
almarhum akan diberikan nama Budha baru yang disebut dengan kaimyo. Huruf kanji pada kaimyo
yang diambil dari huruf tua yang sudah jarang digunakan sehingga hanya
sedikit orang Jepang yang bisa membacanya. Pemberian tersebut bertujuan
untuk mencegah arwah almarhum kembali ke jenazah saat namanya dipanggil.
Panjangnya nama yang diberikan pada almarhum tergantung besarnya jumlah
sumbangan uang yang diberikan kelurga almarhum pada kuil Budha. Setelah
upacara berakhir, para tamu dipersilahkan meletakkan bunga ke dalam
peti mati sebelum disegel menggunakan paku dan dibawa kereta jenazah
menuju krematorium atau kuburan.
2. KREMASI
Pada saat proses kremasi, peti yang berisi jenazah pertama-tama
diletakkan di atas penampang untuk didorong masuk kedalam ruang kremasi.
Kejadian tersebut disaksikan para anggota keluarga almarhum. Proses
kremasi berjanlan sekitar 2 jam, setelah itu pihak keluraga memisahkan
bagian abu dan tulang almarhum. Bagian tulang diambil oleh 2 orang
keluarga menggunakan sumpit secara bersamaan atau dioper dari dari
sumpit ke sumpit dan dimasukkan ke dalam guci atau kendi kecil. Tulang
tersebut harus diletakkan mulai dari bahian tulang kaki sampai tulang
tengkorak. Kadang-kadang ada juga yang membagi menjadi dua abu
jenazahnya ke dalam 2 kendi. Tujuannya agar abunya dapat disimpan di
beberapa tempat.
3. PENGUBURAN
Di Jepang kuburan keluarga [haka] umumnya
terdiri dari monumen batu nisan dengan ruang kecil tempat menyimpan
bunga dan dupa. Di depan batu nisan terdapat tempat air dan sebuah ruang
bawah tanah untuk menyimpan abu. Nama almarhum diukir di depan atau
sebelah kiri monumen nisan, sedangkan di sebelahnya diukir tanggal
digalinya kuburan dan orang yang membeli kuburan tersebut. Kadang-kadang
nama suami atau istri almarhum yang masih hidup juga diukir pada batu
nisan, namun dengan tinta berwarna merah yang akan dihapus setelah yang
bersangkutan meninggal dan dikubur di tempat yang sama. Hal ini
dimaksudkan agar biaya penguburan lebih murah, selain itu memberi kesan
kalau sang pasangan hidup sudah siap untuk mengikuti almarhum. Selain di
batu nisan, nama almarhum sering juga ditulis di sotoba,
sebuah papan kayu yang ditanamkan didepan atau belakang kuburan.
Beberapa kuburan juga memiliki tempat kartu nama yang bisa digunakan
rekan almarhum sebagai tanda kalau yang bersangkutan telah mengunjungi
kuburan itu.
Upacara pemakan di Jepang memakan biaya yang sangat besar. Bila
digabungkan mulai dari upacara pemakaman hingga penguburan, seluruhnya
rata-rata menghabiskan biaya sebesar 4 juta yen, yang merupakan upacara
pemakaman termahal di dunia. Penyebab utama mahalnya harga tersebut
disebabkan karena orang Jepang tidak mau bernegosisasi dengan pihak
perusahaan jasa pemakaman karena alasan gengsi tidak ingin dianggap
perhitungan pada keluarganya. Karena itu banyak pengusaha jasa pemakaman
memanfaatkan kesempatan dengan memasang harga tinggi bekerjasama dengan
pihak penjual bunga, pendeta kuil, dll. Selain itu semakin terbatasnya
lahan untuk kuburan membuat harga tanah makin mahal, bahkan di beberapa
di kota besar seperti Tokyo sudah tidak ada lagi tempat yang bisa
dijadikan kuburan.
Dalam bahasa jepang, “mati” punya banyak istilah yaitu;- Shinu = istilah mati yang digunakan untuk hewan, bisa juga digunakan untuk orang tetapi bekonotasi.
- Nakunaru = meninggal [digunakan untuk orang]
- Seppuku, harakiri = istilah ini dipakai untuk orang yang mati bunuh diri dengan cara membelah perut dengan pisau. Dulu seppuku atau harakiri sering dilakukan oleh para samurai dan ninja yang gagal dalam menjalankan misinya.
- Kamikaze = mati mengorbankan diri demi tujuan yang dianggap mulia.
- Jisatsu = mati bunuh diri.
- Inseki Jisatsu = mati bunuh diri karena merasa bersalah.
- Junshi = mati mengorbankan diri sendiri untuk mengikuti tujuannya.
- Jumonji girl = istilah bunuh diri semacam seppuku namaun lebih menyakitkan dengan cara membelah perut dengan pisau secara vertikal.
- Shinju =bunuh diri ganda. Istilah ini juga digunakan untuk orang yang tewas dibunuh.
- Joshi = bunuh diri ganda sepasang kekasih.
- Oyako Shinju =bunuh diri ganda antara orangtua dan anak.
- Boshi Shinju = bunuh diri ganda antara ibu dan anak.
- Fushi Shinju = bunuh diri ganda antara ayah dan anak.
- Ikka Shinju = bunuh diri sekeluarga.
- Muri Shinju = kematian yang disebabkan karena pembunuhan.
- Goi Shinju = mati secara sukarela.
- Funshi = bunuh diri untuk mengekspresikan kemarahan.
- Tonshi = kematian mendadak.
Ditulis oleh Rafi Sidqi
Maros, Maret 2013
0 komentar:
Posting Komentar