Senin, 18 Maret 2013

SHOUSHIKI

Definisi Awal


Shoushiki adalah upacara pemakaman “ala” orang jepang. Shoshiki sendiri merupakan perpaduan kebiasaan agama Shinto dan budha.

Seperti yang banyak orang katakan bahwa orang jepang adalah orang yang terbuka dalam artian mereka akan sangat menerima adat, tradisi dan budaya dari agama lain. Orang jepang pun tidak segan-segan merayakan natal bahkan mengikuti kebaktian di gereja. Tapi biasanya, mereka hanya ingin mengamati dan mempelajari kebiasaan agama-agama lain.

Tapi satu hal yang sangat mereka pegang teguh, yaitu kebiasaan dan adat turun-temurun dari nenek moyang mereka. Salah satunya adalah upacara kematian dan pemakaman Shoushiki. Upacara ini berlangsung selama dua hari penuh. Dulu upacara ini banyak dilakukan di rumah duka tapi saat ini sering di lakukan di gedung sewaan.


Para tamu yang datang diharuskan menggunakan pakaian berwarna gelap atau setidaknya hitam dan dilarang menggunakan perhiasan. Selain itu para tamu juga harus menggunakan Suzu (semacam Tasbih) dan O-koden atau uang duka. Secara umum upcara Shoushiki dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama adalah tsuya dan tahap kedua adalah Kukobetsu Shiki.

1. Tsuya

Dilakukan sebelum jenazah di makamkan. Pada tahap ini jenazah diberi pakaian rapid an tentunya setelah dimandikan. Biasanya proses pemandian ini dibebankan kepada pihak gedung duka atau rumah sakit.

Hal Yang Paling Utama adalah saat Memasuki Ruang Duka Cita Mmers harus Membungkukan badan Serta Mengucapkan 言って申し訳ありません "I~tsu te mōshiwakearimasen" (mengucapkan ikut berduka cita) dengan suara yang lembut.

Kemudian para pelayat  harus menuju altar dimana jenazah petih jenazah seraya memanjatkan doa.  Stelah itu, kita diharuskan memberikan penghormatan kepada keluarga berduka dengan cara membungkukan badan.  Lalu, keluarga berduka akan mengantar para pelayat menuju tempat duduk.

2. Kokubetsu Shiki

Para tahap ini para pelayat akan diberikan kain berwarna hitam atau putih yang akan di ikatkan pada lengan. Kemudian jenazah akan di doakan oleh pendeta Shinto . setelah proses doa selesai, para pelayat  dipersilahkan untuk melihat jenazah yang akan di bawa di reikyusa (mobil jenazah)  kemudian diatar ke temat kremasi.

Para pelayat serta Kerabat Dekat akan Menanti sampe ahir Proses Kremasi tersebut dan setelah jenazah selesai dikremasi jenazah akan dimasukan Ke kotak yang disebut Kotsutsubo

Kotsutsubo ini kemudian dibawa kerumah untuk ditaruh di altar khusus selama 35 hari dg dupa yang harus menyala selama 24 jam. Setelah 35 hari Kotsutsubo akan disimpan Kerumah khusus penyimpanan abu jenasah peringatan terhadap almarhum akan dilakuan biasanya hari ke 7 ke 49 tahun pertama,tahun ke 3,tahun ke 5,tahun ke 7,ke,13 dan terahir tahun ke 50.

Pemakaman Secara Umum

1. UPACARA SEMAYAM
 
Sebelum proses semayam, jenazah dimandikan dan ditutup lubang telinga dan hidungnya dengan kapas. Jenazah kemudian diberi pakaian berupa setelan jas [untuk pria] atau kimono [untuk wanita], dan kadang-kadang juga diberi make-up. Setelah itu jenazah dibaringkan di  dalam peti mati berisi es kering beserta kimono putih, sendal, 6 keping koin yang dipercaya akan digunakan almarhum untuk melintasi 3 neraka, dan benda yang bisa terbakar yang disukai almarhum selama masih hidup, seperti permen atau rokok. Peti mati kemudian diletakkan di altar untuk disemayamkan, dengan aturan posisi kepala menghadap utara, atau alternative kedua yaitu menghadap barat. Di sebelah peti mati diletakkan meja kecil yang dihiasi bunga dan lilin. Selama proses semayam, pihak kelurga almarhum memberitahukan kabar duka pada semua kerabat dan rekan almarhum agar bisa memberikan penghormatan terakhir. Tapi ada satu hari yang harus dihindari pada upacara pemakaman yang dikenal dengan sebutan tomobiki [tomo=teman;hiki=menarik], yaitu suatu hari yang baik untuk melaksanakan pernikahan. Pada hari tomobiki tidak akan ada orang yang mau datang ke upacara pemakaman karena menurut takhayul siapapun yang datang akan dibawa serta almarhum ke dunia akhirat. Para tamu yang yang ingin mengucapkan duka cita pada keluarga almarhum umumnya mengenakan pakaian berwarna hitam. Pria biasanya mengunakan kemeja putih dipadukan dengan jas dan dasi hitam, sedangkan wanita menggunakan kimono atau pakaian serba hitam. Setiap tamu yang datang biasanya membawa uang duka yang dimasukkan dalam amplop putih berdekorasi pita warna hitam dan perak. Besarnya uang duka tergantung seberapa dekat hubungannya dengan almarhum dan keadaan ekonomi si pemberi yang biasanya berkisar antara 300 ribu hingga 3 juta rupiah. Para tamu yang sudah hadir biasanya duduk di kursi yang sudah disediakan dengan posisi berhadapan dengan peti jenazah. Setelah tamu yang hadir memenuhi ruangan, pendeta Budha memulai upacara dengan membaca kitab sutra untuk mendoakan jenazah, sementara keluarga jenazah bergantian mendoakan jenazah dengan memegang dupa yang kemudian ditanamkan pada kendi kecil di atas meja altar. Upacara berakhir setelah pendeta selesai membaca kitab, dan para tamu yang pulang diberikan kenang-kenangan, sedangkan keluarga dekat almarhum menginap di ruangan yang sama dengan peti jenazah.

2. PEMAKAMAN

Pemakaman dilakukan keesokan hari setelah jenazah disemayamkan. Upacara pemakaman tidak terlalu berbeda jauh dengan upacara semayam, hanya saja di sini pendeta Budha menyanyikan kitab sutra. Setelah itu almarhum akan diberikan nama Budha baru yang disebut dengan kaimyo. Huruf kanji pada kaimyo yang diambil dari huruf tua yang sudah jarang digunakan sehingga hanya sedikit orang Jepang yang bisa membacanya. Pemberian tersebut bertujuan untuk mencegah arwah almarhum kembali ke jenazah saat namanya dipanggil. Panjangnya nama yang diberikan pada almarhum tergantung besarnya jumlah sumbangan uang yang diberikan kelurga almarhum pada kuil Budha. Setelah upacara berakhir, para tamu dipersilahkan meletakkan bunga ke dalam peti mati sebelum disegel menggunakan paku dan dibawa kereta jenazah menuju krematorium atau kuburan.

2. KREMASI

Pada saat proses kremasi, peti yang berisi jenazah pertama-tama diletakkan di atas penampang untuk didorong masuk kedalam ruang kremasi. Kejadian tersebut disaksikan para anggota keluarga almarhum. Proses kremasi berjanlan sekitar 2 jam, setelah itu pihak keluraga memisahkan bagian abu dan tulang almarhum. Bagian tulang diambil oleh 2 orang keluarga menggunakan sumpit secara bersamaan atau dioper dari dari sumpit ke sumpit dan dimasukkan ke dalam guci atau kendi kecil. Tulang tersebut harus diletakkan mulai dari bahian tulang kaki sampai tulang tengkorak. Kadang-kadang ada juga yang membagi menjadi dua abu jenazahnya ke dalam 2 kendi. Tujuannya agar abunya dapat disimpan di beberapa tempat.

3. PENGUBURAN

Di Jepang kuburan keluarga [haka] umumnya terdiri dari monumen batu nisan dengan ruang kecil tempat menyimpan bunga dan dupa. Di depan batu nisan terdapat tempat air dan sebuah ruang bawah tanah untuk menyimpan abu. Nama almarhum diukir di depan atau sebelah kiri monumen nisan, sedangkan di sebelahnya diukir tanggal digalinya kuburan dan orang yang membeli kuburan tersebut. Kadang-kadang nama suami atau istri almarhum yang masih hidup juga diukir pada batu nisan, namun dengan tinta berwarna merah yang akan dihapus setelah yang bersangkutan meninggal dan dikubur di tempat yang sama. Hal ini dimaksudkan agar biaya penguburan lebih murah, selain itu memberi kesan kalau sang pasangan hidup sudah siap untuk mengikuti almarhum. Selain di batu nisan, nama almarhum sering juga ditulis di sotoba, sebuah papan kayu yang ditanamkan didepan atau belakang kuburan. Beberapa kuburan juga memiliki tempat kartu nama yang bisa digunakan rekan almarhum sebagai tanda kalau yang bersangkutan telah mengunjungi kuburan itu.
Upacara pemakan di Jepang memakan biaya yang sangat besar. Bila digabungkan mulai dari upacara pemakaman hingga penguburan, seluruhnya rata-rata menghabiskan biaya sebesar 4 juta yen, yang merupakan upacara pemakaman termahal di dunia. Penyebab utama mahalnya harga tersebut disebabkan karena orang Jepang tidak mau bernegosisasi dengan pihak perusahaan jasa pemakaman karena alasan gengsi tidak ingin dianggap perhitungan pada keluarganya. Karena itu banyak pengusaha jasa pemakaman memanfaatkan kesempatan dengan memasang harga tinggi bekerjasama dengan pihak penjual bunga, pendeta kuil, dll. Selain itu semakin terbatasnya lahan untuk kuburan membuat harga tanah makin mahal, bahkan di beberapa di kota besar seperti Tokyo sudah tidak ada lagi tempat yang bisa dijadikan kuburan.
Dalam bahasa jepang, “mati” punya banyak istilah yaitu;
  1. Shinu = istilah mati yang digunakan untuk hewan, bisa juga digunakan untuk orang tetapi bekonotasi.
  2. Nakunaru =  meninggal [digunakan untuk orang]
  3. Seppuku, harakiri = istilah ini dipakai untuk orang yang mati bunuh diri dengan cara membelah perut dengan pisau. Dulu seppuku atau harakiri sering dilakukan oleh para samurai dan ninja yang gagal dalam menjalankan misinya.
  4. Kamikaze = mati mengorbankan diri demi tujuan yang dianggap mulia.
  5. Jisatsu = mati bunuh diri.
  6. Inseki Jisatsu = mati bunuh diri karena merasa bersalah.
  7. Junshi = mati mengorbankan diri sendiri untuk mengikuti tujuannya.
  8. Jumonji girl = istilah bunuh diri semacam seppuku namaun lebih menyakitkan dengan cara membelah perut dengan pisau secara vertikal.
  9. Shinju =bunuh diri ganda. Istilah ini juga digunakan untuk orang yang tewas dibunuh.
  10. Joshi  = bunuh diri ganda sepasang kekasih.
  11. Oyako Shinju =bunuh diri ganda antara orangtua dan anak.
  12. Boshi Shinju = bunuh diri ganda antara ibu dan anak.
  13. Fushi Shinju = bunuh diri ganda antara ayah dan anak.
  14. Ikka Shinju = bunuh diri sekeluarga.
  15. Muri Shinju = kematian yang disebabkan karena pembunuhan.
  16. Goi  Shinju = mati secara sukarela.
  17. Funshi = bunuh diri untuk mengekspresikan kemarahan.
  18. Tonshi = kematian mendadak.

Ditulis oleh Rafi Sidqi
Maros,  Maret 2013
 


 

0 komentar:

Posting Komentar