"Bagaimana caranya bekerja di Jepang ?"
"Ada lowongan ndak disana, kerja apa saja asal halal ?"
"Ada syarat tentang pendidikan ndak, mesti ada gelar S1, terus ada IPK minimal ?"
"Ada lowongan ndak disana, kerja apa saja asal halal ?"
"Ada syarat tentang pendidikan ndak, mesti ada gelar S1, terus ada IPK minimal ?"
Tiga contoh pertanyaan yang sepertinya sangat sering ditanyakan
atau ingin diketahui oleh sebagian orang. Pertanyaan yang
sangat singkat namun memerlukan jawaban yang panjang. Tentu
saja, tidak ada yang salah dengan pertanyaan tersebut, namanya
juga orang tidak tahu apalagi informasi lewat google juga
(sepertinya) tidak banyak bisa kita dapatkan. Berangkat
dari hal ini, lewat tulisan ini saya memberanikan diri untuk
menjawabnya dan berharap mudah mudahan ada manfaatnya.
Informasi Umum
Bahasa Jepang adalah wajib
Bisa bahasa Jepang ndak ? Pertanyaan ini dipastikan akan
selalu ditanyakan bagi mereka yang hendak bekerja di negara
tersebut. Wajar saja, bagaimana kita bisa bekerja kalau
kita tidak paham apa yang dikatakan oleh atasan atau rekan
kerja lainnya ?
Apakah kemampuan bahasa Inggris saja tidak cukup ?
Secara umum jawabannya adalah TIDAK, kecuali untuk pekerjaan
tertentu yang memerlukan kualifikasi sangat khusus. Sedikit
catatan, hampir sebagian besar orang Jepang tidak faham
dengan bahasa Inggris, walaupun untuk percakapan sederhana
sekalipun. Mereka sepenuhnya hanya berkomunikasi dengan
bahasa Jepang demikian juga dengan tulisannya. Huruf romawi
yang biasa kita pakai sehari hari mungkin akan menjadi huruf
langka di negara tersebut. Huruf ini berfungsi tidak lebih
hanya sebagai pelengkap saja seperti terjemahan nama stasiun
atau judul dan halaman depan saja. Jadi selain harus memahami
bahasa Jepang, pelamar juga diharapkan menguasai sedikit
huruf Jepang terutama hiragana,
katakana dan beberapa
huruf kanji dasar.
Namun Anda tidak usah khawatir karena kemampuan bahasa
yang diperlukan tidak sampai level fasih, namun cukup untuk
perkacapan standard sehari hari. Pihak yang merekrut Anda
juga bukanlah orang yang bodoh, jadi sebelum diberangkatkan,
calon pekerja akan diberikan kesempatan untuk belajar bahasa
dan juga ketrampilan lain selama beberapa bulan atau bahkan
mungkin selama setahun, jadi cukup untuk menguasai bahasa
Jepang untuk percakapan dan komunikasi sehari hari dan juga
menguasai beberapa huruf kanji dasar.
Jadi kesimpulan awal dari tulisan ini adalah
pentingnya kemampuan bahasa jepang dan tanpa kemampuan berbahasa
Jepang, bekerja di negara tersebut hampir tidak mungkin
untuk dilakukan. Kalau Anda tertarik untuk bekerja di Jepang
sepertinya ada baiknya mempersiapkan ketrampilan bahasa
Jepang lebih awal, jadi pada saatnya nanti akan menjadi
poin lebih bagi pelamar.
|
Apakah tidak ada posisi lain seperti contohnya kasir swalayan, pembantu rumah tangga atau pekerjaan lainnya apa saja asal halal ?
Jawaban paling umum yang bisa saya berikan adalah : TIDAK
ADA ! Apalagi untuk tenaga pembantu rumah tangga. Masyarakat
negara tersebut kurang mengenal budaya menggunakan tenaga
pembantu. Semua urusan rumah tangga umumnya dikerjakan
sendiri atau lewat jasa perusahaan pembersih yang bisa
disewa kapan saja. Sedangkan pekerjaan sebagai kasir swalayan
umumnya adalah pekerjaan paruh waktu yang dilakukan oleh
kalangan pelajar atau ibu rumah tangga.
Bagaimana dengan jurusan Sastra Jepang ?
Bagian ini sepertinya sedikit susah untuk dijawab karena
kasusnya relatif kompleks. Namun yang jelas, dengan memiliki
kelebihan di bagian bahasa, seharusnya peluang menjadi
lebih mudah. Apalagi kalau tidak keberatan untuk melakukan
kerja kasar (magang) selama 3 tahun, maka dengan keunggulan
bahasa yang dimiliki tentu merupakan keuntungan dan nilai
tambah tersendiri.
Pendidikan dan pengalaman kerja
Bagian ini hanya diperlukan untuk tenaga profesional
saja, itupun tidak seluruhnya. Olahragawan dan tukang
masak contohnya, tentu gelar tidak diperlukan sama sekali
karana lebih mementingan prestasi atau pengalaman. Sedangkan
untuk tenaga kerja magang, syarat adalah minimal tamatan
SMA, walaupun cukup banyak juga pelamar yang memiliki
ijazah S1.
Gaji dan Potongan Biaya
Sekarang kita mamasuki bagian yang paling menarik yaitu
masalah gaji. Tidak bisa dipungkiri bahwa alasan terbesar
seseorang ingin bekerja di negara lain, khususnya Jepang
adalah karena alasan gaji yang cukup besar. Berapa sih
gaji yang akan saya terima ?
Untuk contoh seorang pekerja magang, akan menerima uang
saku (gaji) sekitar Rp 8 juta
- 10 juta / bulan (80.000 s/d 100.000 yen). Jumlah
ini umumnya sudah sudah termasuk potongan pajak, asuransi,
tiket pesawat PP dan biaya tempat tinggal. Setelah masa
kontrak selama 3 tahun habis, pemagang juga akan mendapatkan
uang pesangon sebagai modal usaha sebesar Rp 60 juta (600.000
yen). Sedangkan untuk tenaga pekerja perawat apalagi tenaga
profesional gajinya tentu saja akan lebih besar lagi.
Gaji yang sangat besar tentu saja bukan ? Nominal yang
sangat besar ini sering membuat calon pekerja silau atau
tidak jarang tertipu tanpa memerikasa lebih jauh apakah
gaji yang diterima adalah gaji bersih atau masih harus
dipotong biaya lain ? Jadi urusan gaji dipastikan harus
jelas dari awal karena perlu diketahui biaya hidup di
negara tersebut tidaklah murah.
Untuk tenaga kerja magang lewat jalur depnaker dan tenaga
perawat karena lewat jalur G to G (goverment to goverment
/pemerintah) tentu saja penipuan atau ketidakjelasan semacam
ini tidak akan terjadi jadi kewaspadaan diperlukan hanya
untuk jalur pribadi atau non resmi.
Berapakah potongan yang harus dibayar kalau gaji diterima dalam bentuk kotor ?
Pengeluaran pertama sekaligus terbesar adalah untuk sewa
rumah yaitu sekitar Rp 4.000.000 (40.000 yen) perbulan
untuk satu kamar, pengeluaran kedua adalah makanan sekitar
Rp 3.500.000 (35.000 yen) perbulan, kemudian disusul dengan
pajak pendapatan yaitu sekitar 20% perbulan (kira kira
2 juta rupiah), biaya asuransi kesehatan Rp 900.000 (9.000
yen) /bulan, asuransi hari tua, sekitar Rp 16.000.000
(16.000 yen) / bulan. Semua biaya tersebut bisa nyaris
tidak bisa dihindari atau harus dibayar, sedangkan biaya
lain seperti hiburan dan komunikasi tentu masih bisa dihemat
atau diatur. Sedangkan
khusus untuk asuransi hari tua akan dikembalikan lagi
setelah kontrak kerja berakhir.
Sedikit catatan untuk biaya asuransi kesehatan adalah
bagian yang kelihatan sepele namun sangat vital di negara
tersebut. Tanpa asuransi kesehatan, biaya berobat atau
rumah sakit di negara tersebut saat mengalami kecelakaan
adalah ibarat neraka. Jangankan untuk tenaga asing kelas
pekerja, untuk ukuran orang Jepang-pun akan cukup membuat
mereka bangkrut. Namun dengan asuransi Anda hanya cukup
membayar 30 % saja yang tetap saja masih terasa mahal.
Mungkin ada pembaca yang ingin tahu, bagaimana dengan
gaji pekerja lokal ? Jawabannya tentu saja terpaut cukup
jauh dengan tenaga kerja asing terlebih untuk pekerja
magang. Untuk pekerja pabrik misalnya rata rata adalah
180-200.000 yen (Rp 20 juta) perbulan. Disamping itu setiap
tahun mereka umumnya memperoleh bonus dan juga tunjangan
lainnya. Perbedaan yang sangat jauh dengan gaji pekerja
magang, bukan ? Padahal jenis pekerjaan yang dilakukan
adalah hampir sama. Ketimpangan ini tidak jarang menimbulkan
kecemburuan di kalangan pekerja magang.
Lembur atau Overtime
Lembur atau Sangyo
dalam bahasa Jepangnya, adalah hal umum bagi para pekerja
di negara tersebut bahkan tidak berlebihan kalau disebut
sebagai bagian dari budaya kerja orang Jepang. Terlebih
lagi untuk pekerja pemula, lembur adalah seperti sudah
menjadi suatu keharusan sebagai indikasi untuk menunjukkan
rasa serius dalam bekerja. Sedikit perlu dicatat disini
bahwa sebagian besar dari kerja lembur tersebut adalah
tidak dibayar sama sekali.
Pekerja Illegal
Bagian ini terpaksa harus saya masukkan dalam sub tersendiri,
karena memang keberadaannya adalah sangat khusus dan diluar
prosedur normal. Beberapa cara yang umumnya ditempuh adalah
sebagai berikut :
-
Masuk ke negara Jepang dengan menggunakan visa wisata dan kemudian melarikan diri menjadi tenaga kerja gelap
-
Para pekerja magang yang sudah berakhir masa kontraknya namun belum berniat untuk kembali ke Indonesia, atau melarikan diri di tengah masa kontrak karena tergiur tawaran gaji yang lebih tinggi, tidak tahan dengan suasana kerja sekarang atau alasan lain. Menurut catatan dari Nakertrans, prosentase jumlah pemagang yang melarikan diri dalam satu periode keberangkatan (100-300 orang) adalah sekitar 2 s/d 3% sedangkan untuk tahun tahun sebelumnya adalah sekitar 10 %, jadi dari 100 orang pemagang 2 orang berpotensi menjadi pekerja illegal.
- Menjadi pekerja prostitusi. Pornografi adalah legal di negara tersebut, tapi prostitusi adalah illegal, jadi pekerjaan prostitusi adalah suatu pelanggaran hukum. Karean alasan upah yang lebih murah, para agen banyak yang memilih mempekerjakan tenaga kerja asing denga visa yang beragam. Yang populer adalah menggunakan visa budaya, visa kunjungan singkat (wisata) atau visa pelajar.
-
Mereka yang bekerja tidak sesuai dengan visa yang diberikan, misalnya Visa pelajar digunakan untuk bekerja, untuk jenis pekerjaan apapun adalah tidak dibenarkan kecuali sudah mendapat ijin dari sekolah dan pihak imigrasi.
-
Lain lain
Tentu saja para pekerja ini tidak akan melarikan diri
tanpa alasan dan juga tanpa perhitungan sama sekali, karena
hal ini sama saja dengan bunuh diri. Sebelum memutuskan
untuk menjadi illegal, tentu sudah ada pihak tertentu
yang bersedia menampung dan mempekerjakan mereka.
Keberadaan pekerja illegal ini sepertinya merupakan dillema
bagi pemerintah Jepang. Disatu sisi mereka jelas melanggar
hukum, namun disisi lain justru dibutuhkan terutama untuk
sektor pabrik, peternakan atau pertanian terpencil yang
kekurangan penduduk. Tidak jarang para penduduk lokal
juga melindunginya karena keberadaan mereka cukup dibutuhkan.
Hal inilah yang kadang membuat [imho] pihak imigrasi
tidak terlalu ngotot untuk merazia-nya. Dalam beberapa
kasus bahkan tidak jarang ada pekerja illegal yang sudah
puluhan tahun tinggal di negara tersebut dan bahkan memiliki
keluarga dan anak. Kasus Noriko Calderon, anak seorang
pekerja illegal dari Phillipina adalah salah satu contoh
menarik karena banyak simpati dan dukungan diberikan saat
keluarga tersebut diperintahkan untuk meninggalkan negara
tersebut.
Beruntung juga, pendidikan di negara tersebut tidak mengenal
diskriminasi, baik penduduk asli atau orang asing, legal
atau illegal tetap akan mendapat pelayanan pendidikan
sehingga Jepang menjadi salah satu tempat yang nyaman
untuk para pekerja illegal. Menurut catatan dari organisasi
pekerja di negara tersebut, untuk tahun 2000, ada sekitar
500.000 pekerja illegal hidup di negara tersebut. Tentu
saja dari angka sebanyak itu, orang Indonesia juga termasuk
di dalamnya.
0 komentar:
Posting Komentar